Judul : Hikajat Seri Rama
Penerbit : Balai Poestaka
Tahun : 1938
Tebal : 256 halaman
Peresensi: Umi Kulsum
http://www.kompas.com/
 RAMA dan Sita (Sinta) merupakan sejoli yang berasal dari epik  Ramayana. Dalam proses perjalanan dari negeri asalnya, kedua sosok  tersebut telah berubah dari versi aslinya menjadi bentuk cerita yang  sarat dengan muatan lokal di mana cerita itu berkembang. Sebenarnya  kisah Ramayana bukanlah sekadar cerita cinta seperti Romeo dan Juliet,  tetapi sebuah drama kehidupan yang penuh idealisme, nilai moral,  penggambaran kondisi sosial, budaya, dan politik.Inilah yang terjadi  dengan Hikajat Seri Rama yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1938.  Tradisi lisan yang mengusung kisah Ramayana ke Nusantara pada abad  ke-13 itu biasanya dibawakan oleh seorang penutur cerita atau pendongeng  dalam sebuah pertunjukan.Sejak abad ke-16, saling terjemah naskah genre  “yang indah” atau kesusastraan antara Jawa dan Melayu terjadi. Itu pula  yang terjadi dengan epik Ramayana. Kisah tersebut pernah diterbitkan PP  Roorda van Eysinga tahun 1843, dan pernah dimuat di majalah Journal of  the Straits Branch of Royal Asiatic Society, April 1917.
RAMA dan Sita (Sinta) merupakan sejoli yang berasal dari epik  Ramayana. Dalam proses perjalanan dari negeri asalnya, kedua sosok  tersebut telah berubah dari versi aslinya menjadi bentuk cerita yang  sarat dengan muatan lokal di mana cerita itu berkembang. Sebenarnya  kisah Ramayana bukanlah sekadar cerita cinta seperti Romeo dan Juliet,  tetapi sebuah drama kehidupan yang penuh idealisme, nilai moral,  penggambaran kondisi sosial, budaya, dan politik.Inilah yang terjadi  dengan Hikajat Seri Rama yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1938.  Tradisi lisan yang mengusung kisah Ramayana ke Nusantara pada abad  ke-13 itu biasanya dibawakan oleh seorang penutur cerita atau pendongeng  dalam sebuah pertunjukan.Sejak abad ke-16, saling terjemah naskah genre  “yang indah” atau kesusastraan antara Jawa dan Melayu terjadi. Itu pula  yang terjadi dengan epik Ramayana. Kisah tersebut pernah diterbitkan PP  Roorda van Eysinga tahun 1843, dan pernah dimuat di majalah Journal of  the Straits Branch of Royal Asiatic Society, April 1917.WH Rassers, seorang ahli ilmu bahasa Timur yang menulis Disertasi De  Pandji Roman (1922) mengungkapkan bahwa Hikajat Seri Rama, Rama Keling,  dan lakon-lakon wayang purwa yang menceritakan tentang Rama sama dengan  Rama Kekawin dan Serat Rama karangan Walmiki atau ada yang menyebut  Valmiki.Akan tetapi, tradisi lisan tidak mampu menjaga cerita itu sama  persis seperti aslinya. Lingkungan sosial yang kemudian diadaptasikan  oleh penutur cerita menjadikan cerita Ramayana sarat dengan muatan  lokal. Hal ini pernah diungkapkan oleh WG Shellabear yang menerbitkan  epik Ramayana tahun 1957. Menurut dia, cerita itu sama sekali tidak  sesuai dengan karangan Walmiki sebab pengaruh Islam tampak kuat dalam  cerita tersebut.
Sementara cerita Ramayana yang diterbitkan Balai Pustaka adalah hasil  tulisan PP Roorda van Eysinga.Sebenarnya sejak kapan Ramayana ditulis?  Tidak ada yang tahu dengan pasti. Perkiraan kasar antara tahun 1500 SM  sampai 200 SM. Sebuah laporan Press Trust of India, yang dimuat oleh  koran Ananda Bazar Patrika pada tanggal 24 Desember 1980, mengungkap  bahwa jika hasil penyelidikan yang dilakukan ahli geologi Ahmedabad bisa  dipercaya, maka Ramayana tidak mungkin berumur lebih dari 2.800 tahun.
Dalam Hikajat Seri Rama dikisahkan tentang Dasarata Maharaja dari  negeri Ispaha Boga yang memiliki lima anak dari dua istri. Istri pertama  Mandoe Daki memiliki anak Seri Rama dan Laksmana. Sementara dari Selir  Balia Dari punya tiga anak, yaitu Tjitradana, Kikoewi Dewi, dan Berdana.  Setelah dewasa, dikisahkan Dasarata menetapkan Seri Rama sebagai putra  mahkota. Namun, atas desakan selir, akhirnya Tjitradana-lah yang harus  menjadi raja. Hingga akhirnya Seri Rama harus dibuang ke hutan dan  ditemani oleh istrinya, Sita Dewi, serta adiknya, Laksmana.
Dalam pengasingannya itu Seri Rama dan Laksmana berkelahi dengan  Soera Pandaki, raksasa perempuan adik Rahwana. Kalah bertarung membuat  Soera Pandaki meminta kakaknya untuk menculik Sita Dewi.Cerita terbitan  Balai Pustaka ini mengadaptasi kisah yang berasal dari India tersebut  menjadi bermuatan lokal dan dengan bahasa Melayu, seperti dialog yang  muncul saat Sugriwa bertemu Rama : “Ja toeanku sjah alam, hambalah yang  bernama Soegriwa, saudara maharadja Balia (Subali), radja segala kera,  beroek, lotong, dan koekang siamang, radja negeri Lagoer Katagina”.
Penulis India, P Lal, menerjemahkan Ramayana dari tulisan asli  Walmiki dalam bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Inggris, dengan judul  The Ramayana of Valmiki tahun 1981, kemudian diterjemahkan kembali ke  bahasa Indonesia oleh Djokolelono tahun 1995. P Lal mencoba menyingkat  karya asli Walmiki menjadi sepertiganya, tetapi dia tidak memperluas,  mengadaptasi, menafsirkan. Namun, yang ia lakukan hanyalah memperpendek  dengan jalan menyunting dengan taat mengikuti naskah Sansekerta asli,  meskipun dia mengakui penyingkatan itu sendiri semacam penafsiran.
Dalam epik terjemahan P Lal menunjukkan bahwa Walmiki seorang penyair  utama, banyak dialog antartokoh diungkapkan secara puitis dengan gaya  tulisan yang baik. Sementara dalam buku Hikajat Seri Rama, tradisi lisan  masih tampak kuat di dalamnya. Tulisannya menggunakan gaya bertutur  sehingga pembaca merasa seolah-olah ada pendongeng yang membawakan  cerita itu secara lisan.Dalam tulisan P Lal dikisahkan, Dasarata, Raja  Ayodya, mempunyai empat putra dari tiga istri. Yang tertua Rama dari  permaisuri Kausalya, kemudian Laksmana dan Satrugna dari ibu Sumitra,  serta Barata dari istri kesayangan raja, Keikayi.
Menjelang usia tua, Dasarata memutuskan untuk menobatkan Rama sebagai  putra mahkota. Namun, rencana itu berubah karena Dasarata pernah  berjanji akan menjadikan putra Keikayi, Barata, sebagai penggantinya.  Karena khawatir akan terjadi perebutan kekuasaan, maka Rama dibuang ke  hutan selama 14 tahun. Ditemani istrinya, Sita, dan adiknya, Laksmana,  Rama meninggalkan Ayodya. dalam pengasingan tersebut, Laksmana dan Rama  berkelahi dengan Sarpakenaka, adik Rahwana, kemudian hidungnya dipotong  oleh Rama. Karena kekalahan tersebut, Sarpakenaka membujuk Rahwana untuk  menculik Sita hingga terlaksana. Rahwana berkeras tidak akan  mengembalikan Sita ke Rama hingga pertempuran terjadi.
TAMPAKNYA epik Ramayana telah menjelma dalam berbagai bentuk di  Indonesia. Ini terbukti dengan adanya Kekawin Ramayana dalam bahasa Kawi  (Jawa kuno), yaitu cerita dalam bentuk macapat. Macapat adalah syair  tertulis menceritakan kehidupan dengan filosofi tinggi. Macapat juga  merupakan bagian dari tradisi lisan Jawa karena disampaikan secara lisan  sambil berdendang atau biasanya dikenal dengan nembang.
Penerjemahan Kekawin Ramayana itu dilakukan oleh Dinas Pendidikan  Dasar Provinsi Dati I Bali dari bahasa Kawi (Jawa kuno) ke dalam bahasa  Indonesia dan diterbitkan tahun 1987. Buku ini tetap menggunakan bentuk  asli macapat dalam huruf latin dan diberikan terjemahannya.Ada lagi epik  Ramayana yang ditulis Sunardi DM tahun 1976 bersumber dari buku Serat  Padhalangan Ringgit Purwa Jilid 36 dan jilid 37, kemudian dipadu dengan  cerita-cerita silsilah yang terdapat dalam buku Arjuna Sasrabahu  karangan Raden Ngabehi Sindusastra terbitan Balai Pustaka Weltevreden  1930. Penulis sendiri menyebut kisah Ramayana yang dibuatnya adalah  versi Indonesia sebagai terjemahan bebas dari Kekawin Ramayana.
Nuansa Indonesia tampak dari ilustrasi tempat, seperti kutipan  berikut: “Berbahagia juga Rama menyaksikan istrinya, Putri Mantili, itu  bergembira selalu mengejar capung atau kupu-kupu, memetik bunga-bunga,  atau duduk di bawah pohon-pohon rindang sambil mendengarkan  burung-burung prenjak, srigunting, dan cocak berkicau bersahut-sahutan”.  Selain itu, kesan Jawa sangat terasa di sini, seperti Anoman (Hanoman)  dikatakan sangat pandai mendendangkan macapat, dan dalam buku itu pun  masih memuat beberapa macapat.Ada perbedaan mendasar tentang asal-usul  Sita, dalam Hikajat Seri Rama diceritakan Sita adalah anak Rahwana yang  dibuang saat bayi karena dia tak menghendaki anak perempuan. Sementara  versi Sita tulisan P Lal mirip yang diceritakan Sunardi DM bahwa Sita  adalah anak Janaka dari negeri Mantili.
Selain dari penulisan Ramayana dalam fiksi roman, RA Kosasih membuat  epik Ramayana dalam bentuk komik dan membuat kisah India itu menjadi  sangat Jawa dengan bahasa lisan dan kostum para tokoh yang mengenakan  pakaian seperti raja-raja Jawa. Sejak tahun 1980-an sampai sekarang,  komik wayang ini masih beredar dan digemari masyarakat.
Sumber:
 
bagaimana bisa membaca naskah dari P Lal? kalau bisa saya mau membelinya
BalasHapus