Perkembangan ekonomi suatu daerah biasanya tidak selalu diikuti perkembangan daerah tersebut secara ekologi. Hal ini menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem yang berupa penurunan jumlah tutupan vegetasi dan peningkatan pencemaran udara seperti peningkatan jumlah CO2 udara. Besarnya populasi manusia merupakan faktor penting dalam permasalahan lingkungan dimana tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan semakin terdesaknya alokasi ruang untuk vegetasi yang mempunyai fungsi sangat penting di di suatu daerah (As-syakur dan Adnyana, 2009).
Perubahan luasan tutupan vegetasi dan peningkatan kadar gas CO2 atmosfer di perkotaan merupakan isu yang sangat penting. CO2 bersama gas-gas rumah kaca yang lain berperan dalam meningkatkan suhu global dan perubahan iklim. Vegetasi memerlukan CO2 dalam proses fotosisntesis. Penyerapan CO2 oleh vegetasi merupakan proses dalam pengendalian pencemaran udara dalam menguragi kadar CO2 di udara. Teknologi penginderaan jauh dengan pendekatan berbasis spasial dapat merekam dan menganalisa secara spasial kondisi penyerapan CO2 oleh vegetasi.
CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca yang memberikan efek terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca menyebabkan energi panas yang berupa gelombang panjang terperangkap didalam atmosfer bumi sehingga menimbulakan efek pemanasan global. Gas-gas Rumah Kaca (GRK) dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia, seperti kegiatan industri, transportasi, kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, pertanian, peternakan, sampah dan sebagainya. Bulan Desember 2008 kandungan gas CO2 atmosfer secara global telah mencapai 385.88 ppm dan bila dibandingkan dengan bulan Januari 1980 kandungan CO2 atmosfer hanya 337.70 ppm (http://www.esrl.noaa.gov/gmd/ccgg/trends), yang berarti kandungan CO2 atmosfer global telah naik 48.18 ppm atau 1.72 ppm/thn.
Berdasarkan laporan IPCC tahun 2007 kemungkinan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim adalah sebesar 90%, keadaan ini lebih tinggi dari laporan terakhir dari IPCC pada tahun 2001 dimana kemungkinan manusia sebagai penyebab perubahan iklim adalah sebesar 60%. Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa penyebab utama terjadinya peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) seperti peningkatan gas Carbon Dioksida yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan, yaitu dari lahan hutan menjadi lahan yang bernilai ekonomi seperti pemukiman dan perkebunan.
Sensor penginderaan jauh mempunyai kemampuan dalam menangkap gelombang yang dipantulkan oleh vegetasi dan non vegetasi serta mampu membedakan kualitas (jumlah klorofil) dan kuantitas (Leaf Area Index/LAI) vegetasi melalui pemanfaatan nilai indeks vegetasi. Nilai indeks vegetasi merupakan suatu nilai yang dihasilkan dari persamaan matematika dari beberapa band penginderaan jauh (citra) yang menghasilkan satu nilai indeks (As-syakur dan Adnyana, 2009). Indeks vegetasi dirancang untuk memperjelas tampilan objek berklorofil (vegetasi) dibandingkan dengan objek-objek yang tidak berklorofil. Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup (Leaf Area Index), biomassa tanaman, fAPAR (fraction of Absorbed Photosynthetically Active Radiation), kapasitas fotosintesis dan estimasi penyerapan karbon dioksida (CO2) (Horning, 2004; Ji and Peters, 2007).
Indeks vegetasi juga bisa digunakan untuk menghitung jumlah assimilasi CO2 oleh vegetasi melalui pendekatan produktivitas primer kotor (PPK)/gross primary productivity (GPP) dan produkstivitas primer bersi (PPB)/net primary productivity (NPP). Beberapa model dalam pemanfaatan penginderaan jauh yang digunakan untuk menghitung pertukaran CO2 antara atmosfer dengan vegetasi antara lain adalah light use efficiency (LUE) (Monteith, 1972). canopy photosynthesis models (CPM), production efficiency models (PEM) (Gitelson et al., 2008) dan vegetation photosynthesis models (VPM) (Xiao et al., 2004a; Xiao et al., 2004b; Xiao et al., 2005a; Xiao et al., 2005b).
Estimasi produktivitas primer menggunakan dasar pendekatan biofisik dari tanaman yaitu nilai indeks vegetasi, parameter efisiensi penggunaan cahaya, dan nilai PAR (Photosynthetically Active Radiation) (Running et al., 1999). Normalized difference vegetation index (NDVI) berhubungan erat dengan fraction absorbed photosynthetically active radiation (fAPAR) (Myneni and Williams, 1994; Kumar and Monteith, 1981 dalam Hooda and Dye, 1996; Inoue et al., 2008). Hubungan antara NDVI dengan fAPAR bisa digunakan untuk menghitung produktivitas primer kotor dengan pendekatan model LUE (Running et al., 1999) atau model VPM (Xiao et al., 2004a; Xiao et al., 2004b; Xiao et al., 2005a; Xiao et al., 2005b) yang merupakan gambaran dari jumlah karbon yang diasimilasi oleh tanaman.
Semoga artikel ini berguna khususnya bagi yang ingin meneliti tentang penyerapan CO2 oleh tanaman. Selain menggunakan pendekatan PPK/PPB, perhitungan tentang penyerapan CO2 oleh tanaman juga bisa menggunakan pendekatan biomassa tanaman yang juga bisa menggunakan data penginderaan jauh. Karena belum pernah melakukan analisis pemanfaatan biomassa tanaman, maka di tulisan ini tidak menjelaskannya secara detail.
DAFTAR PUSTAKA
As-syakur, A.R., dan I W.S. Adnyana. 2009. “Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra Alos/Avnir-2 nan Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Evaluasi Tata Ruang Kota Denpasar”. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 9, No. 1. 1 – 11.
Gitelson, A.A., A. Viña, J.G. Masek, S.B. Verma, and A.E. Suyker. 2008. Synoptic Monitoring of Gross Primary Productivity of Maize Using Landsat Data. IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters, Vol. 5, No. 2, 133 – 137
Hooda, R.S. and D.G. Dye. 1996. Estimating Carbon-fixation in India based on Remote Sensing Data. Haryana State Remote Sensing Application Centre, HAU Campus. India
Horning, N. 2004. Global Land Vegetation; An Electronic Textbook. NASA Goddard Space Flight Center Earth Sciences Directorate Scientific and Educational Endeavors (SEE). Versi on line. Dikunjungi pada tanggal 27 Desember 2007. http://www.ccpo.odu.edu/SEES/veget/vg_class.htm
Inoue, Y., J. Peñuelas, A. Miyata, and M. Mano. 2008. Normalized Difference Spectral Indices for Estimating Photosynthetic Hyperspectral and CO2 Flux Measurements in Rice. Remote Sensing of Environmental, 112, 156 – 172
IPCC. 2007. Working Group II Report “Impacts, Adaptation and Vulnerability”. The Intergovernmental Panel on Climate Change. Dikunjungi pada tanggal 25 Desember 2007 http://www.ipcc.ch/ipccreports/ar4-wg2.htm.
Ji, L., dan A.J. Peters. 2007. “Performance Evaluation of Spectral Vegetation Indices Using a Statistical Sensitivity Function”. Remote Sensing of Environmental, 106, 59 -65
Monteith, J.L. 1972. Solar radiation and productivity in tropical ecosystems. J. Appl. Ecol., 9, 747-766.
Myneni, R.B., and D. L. Williams. 1994. On the Relationship between FAPAR and NDVI. Remote Sensing of Environment, 49, 200-211.
Running, S.W., R. Nemani, J.M. Glassy. and P.E. Thornton. 1999. Modis Daily Photosynthesis (PSN) and Annual Net Primary Production (NPP) Product (MOD17): Algorithm Theoretical Basis Document. NASA. USA.
Xiao, X., Q. Zhang, S. Saleska, L. Hutyra, P. de Camargo, S. Wofsy, S. Frolking, S. Boles, M. Keller, and B. Moore. 2005a. Satellite-Based Modeling of Gross Primary Production in a Seasonally Moist Tropical Evergreen Forest. Remote Sensing of Environment, 94, 105–122
Xiao, X., Q.Y. Zhang, D. Hollinger, J. Aber, and B. Moore. 2005b. Modeling gross primary production of an evergreen needleleaf forest using MODIS and climate data. Ecological Application, vol. 15, 954–969.
Xiao. X., D. Hollinger, J. Aber, M. Goltz, and Q. Zhang. 2004a. Satellite-based Modeling of Gross Primary Production in an Evergreen Needle Leaf Forest. Remote Sensing of Environment, 89, 519-534.
Xiao, X., Q.Y. Zhang, B. Braswell, S. Urbanski, S. Boles, S. Wofsy, B. Moore, and D. Ojima. 2004b. Modeling gross primary production of temperate deciduous broadleaf forest using satellite images and climate data. Remote Sensing of Environment, 91. 256–270.
http://www.esrl.noaa.gov/gmd/ccgg/trends
0 komentar:
Posting Komentar