Candi Gampingan Bantul

Tak semua candi memiliki relief cantik yang khas sebab umumnya hanya dihias oleh arca dan relief umum yang terdapat hampir di semua candi. Salah satu yang memiliki relief cantik yang khas itu adalah Candi Gampingan, sebuah candi yang ditemukan secara tak sengaja oleh pengrajin batu bata di Dusun Gampingan, Piyungan, Bantul pada tahun 1995. Meski ukurannya kecil dan sudah tak utuh lagi, Candi Gampingan masih kaya akan relief yang mempesona.


Salah satu relief cantik yang bisa dijumpai di candi ini adalah relief hewan yang ada di kaki candi. Relief hewan di Gampingan begitu natural hingga bisa diketahui jenis hewan yang digambarkan. Cukup jarang candi yang memiliki relief demikian, setidaknya hanya Candi Prambanan dan Mendut yang dikenal memiliki relief serupa. Semua relief itu dihias dengan latar sulur-suluran, yaitu padmamula (akar tanaman teratai) yang diyakini sebagai sumber kehidupan.


Saat YogYES berkeliling, tampak jenis hewan yang mendominasi adalah burung. Terdapat relief burung gagak yang tampak memiliki paruh besar, tubuh kokoh, sayap mengembang ke atas dan ekor berbentuk kipas. Ada pula relief burung pelatuk yang digambarkan memiliki jambul di atas kepala, paruh yang agak panjang dan runcing serta sayap yang tidak mengembang. Selain itu, ada juga ayam jantan yang memiliki dada membusung dan sayap mengembang ke bawah.


Relief Kodok pada candi Gampingan
Pembuatan relief burung dalam jumlah banyak di candi ini berkaitan keyakinan masyarakat saat itu terhadap kekuatan transedental burung. Diyakini, burung merupakan perwujudan para dewa sekaligus pembawa pesan dari alam para dewa atau nirwana. Burung juga berkaitan dengan kebebasan absolut manusia yang dicapai setelah berhasil meninggalkan kehidupan duniawi, lambang jiwa manusia yang lepas dari raganya.


Relief hewan lain yang juga banyak digambarkan adalah katak. Masyarakat saat itu percaya bahwa katak memiliki kekuatan gaib yang mampu mendatangkan hujan, sehingga katak juga dipercayai mampu meningkatkan produktivitas, karena air hujan yang didatangkan katak bisa meningkatkan hasil panen. Katak yang sering muncul dari air juga melambangkan pembaharuan kehidupan dan kebangkitan menuju arah yang lebih baik.


Hingga kini, relief itu masih menyisakan pertanyaan, apakah sebuah fabel (cerita hewan yang didongengkan pada anak-anak) seperti di Candi Mendut atau gambaran hewan yang sengaja dibuat untuk menunjukkan maksud tertentu. Pertanyaan itu muncul sebab gambaran hewan seperti di Candi Gampingan tak ditemukan dalam kitab yang memuat fabel, seperti Jataka, Sukasaptati, Pancatantra dan versi turunannya.
Relief burung pada dinding candi Gampingan


Candi Gampingan yang diperkirakan dibangun antara tahun 730 - 850 M diyakini merupakan tempat pemujaan Dewa Jambhala (Dewa Rejeki, anak Dewa Siwa). Hal itu didasari oleh penemuan Arca Jambhala ketika penggalian. Jambhala digambarkan sedang dalam keadaan semedi, tubuhnya duduk bersila sementara matanya terpejam. Bagian tubuhnya dihiasi oleh unsur ikonografis (asana) berupa bunga teratai yang memiliki daun berjumlah 8 helai sebagai lambang cakra dalam tubuh manusia.


Figur Jambhala di candi ini berbeda dengan yang ada di candi lainnya. Umumnya, Jambhala di candi lain digambarkan dengan mata lebar yang menatap ke arah pemujanya disertai dengan beragam hiasan yang melambangkan kemakmuran dan kemewahan. Diyakini, penggambaran berbeda ini didasari oleh motivasi pemujaan, bukan untuk memohon kemakmuran tetapi bimbingan agar dapat mencapai kebahagiaan sejati.


Mengunjungi Candi Gampingan akan membawa kita merenungkan kembali tentang jalan yang sudah kita tempuh untuk menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Relief yang didominasi bentuk hewan yang hidup di alam sekitarnya bisa jadi merupakan wujud kearifan masyarakat setempat pada jaman itu dalam merepresentasikan sebuah pesan dari nirwana: untuk hidup sejahtera dan terhindar dari bencana, manusia seharusnya menjaga keselarasan dengan alam.

Fungsi Candi
Konteks antara arca Jambhala dan Candra-Lokesvara dengan candi Gampingan, dalam dimensi waktu dan landasan konseptualnya sebagai lambang keberadaan dewa pada bangunan candi, menjadikan arca Jambhala dan Candra-Lokesvara sebagai data yang representatif untuk menginterpretasikan fungsi candi Gampingan dan latar belakang pendiriannya.


Hal itu dapat dirunut dari bentuk arca Jambhala yang sesuai dengan konsepsinya dalam ajaran yoga. Keterkaitan antara arca Jambhala di candi Gampingan dengan konsepsinya dalam ajaran yoga, menggambarkan kedudukan Jambhala sebagai dewa utama yang dipuja oleh masyarakat penganutnya. Esensi yang diharapkan melalui pemujaan itu berkaitan, dengan kedudukan Jambhala sebagai dharmapala.

Dalam hal ini, Jambhala berperan sebagai dewa pemberi perlindungan, bimbingan, dan ajaran bagi umat untuk mencapai pencerahan. Pencerahan yang dimaksud dapat dicapai melalui disiplin spiritual yang digambarkan dalam pengarcaannya, yaitu samadhi. Pada arca yang ditemukan,, digambarkan Jambhala sedang dalam keadaan samadhi, tubuhnya duduk bersila sementara matanya terpejam. Bagian tubuhnya dihiasi oleh unsur ikonografis (asana) berupa bunga teratai yang memiliki daun berjumlah 8 helai sebagai lambang cakra dalam tubuh manusia.

Representasi penyampaian ajaran yang terkandung dalam pemujaan Jambhala itu, terdapat pada arca Candra-Lokesvara, berupa penggambaran vyakhyana-mudra dan konsepsi Lokesvara yang berasosiasi dengan prinsip memberi ajaran dan membantu semua makhluk guna mencapai pencerahan.

Figur Jambhala di candi ini berbeda dengan yang ada di candi lainnya. Umumnya, Jambhala di candi lain digambarkan dengan mata lebar yang menatap ke arah pemujanya disertai dengan beragam hiasan yang melambangkan kemakmuran dan kemewahan. Diyakini, penggambaran berbeda ini didasari oleh motivasi pemujaan, bukan untuk memohon kemakmuran tetapi bimbingan agar dapat mencapai kebahagiaan sejati.

Selanjutnya, arca Jambhala dan Candra-Lokesvara yang ditemukan di Situs Candi Gampingan merefleksikan prinsip Buddhisme Mahayana yang beraliran tantrisme. Sifat Tantrisme diketahui dari posisi samadhi yang didasari oleh ajaran yoga. Sifat Buddhisme Candi Gampingan juga ditunjukkan melalui keberadaan fragmen unsur bangunan stupa yang tersisa.

Kesatuan konteks antara Candi Gampingan dengan arca Jambhala dan Candra-Lokesvara, menunjukkan fungsi Candi Gampingan sebagai rumah atau tempat dewa (devagrha, devalaya, atau sthana).
Penempatan arca dewa yang dipuja dalam Candi Gampingan dilatarbelakangi keyakinan bahwa bangunan candi adalah simbol pusat dunia, dunia para dewa, penghubung dunia manusia dengan dunia dewa. Oleh karena itu, candi merupakan tempat yang paling tepat untuk arca yang menjadi lambang kehadiran dewa.

Secara lebih spesifik, fungsi Candi Gampingan dan latar belakang pendiriannya berkaitan dengan makna arca dewa yang menjadi objek pemujaan yang pokok. Candi Gampingan berfungsi sebagai tempat pemujaan (puja-sthana) bagi Jambhala. Berdasarkan hal ini dapat diinterpretasikan bahwa masyarakat pendukung Candi Gampingan terdiri atas individu-individu yang pemahaman keagamaannya tergolong cukup tinggi, sehingga dapat mencapai tahap awal dalam tingkatan disiplin spiritual tertinggi untuk mencapai pencerahan, yaitu samadhi.

Jadi, latar belakang pendirian Candi Gampingan, selaras dengan fungsi Candi Gampingan yaitu sebagai tempat pemujaan bagi dewa utama mereka, Dewa Jambhala. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam praktik pemujaan tersebut adalah pencerahan. Pendirian bangunan candi tersebut, dan didukung dengan bukti keberadaan stupa di Situs Candi Gampingan, dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk mempercepat tercapainya pencerahan melalui pelaksanaan dana-paramita.

Selain itu, dengan mengunjungi Candi Gampingan akan membawa kita merenungkan kembali tentang jalan yang sudah kita tempuh untuk menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Relief yang didominasi bentuk hewan yang hidup di alam sekitarnya, bisa jadi merupakan wujud kearifan masyarakat setempat pada jaman itu dalam merepresentasikan sebuah pesan dari nirwana: untuk hidup sejahtera dan terhindar dari bencana, manusia seharusnya menjaga keselarasan dengan alam.





Sumber : www.yogyes.com

0 komentar:

Posting Komentar