Serba Sejarah - Apabila ditinjau dari luas tanah, tanah yang disediakan untuk tanam paksa diambil ebagai presentase dari seluruh luas tanah pertanian di Jawa tidak begitu besar. Di daerah penanaman gula di Jawa luas tanah seluruhnya berjumlah 483.000 bahu, kurang lebih 40.500 bahu digunakan untuk penanaman gula. Tanah sawah yang disediakan untuk penanaman gula hanya merupakan 1/12 dari seluruh tanah rakyat di daerah gula di Jawa. Tanah yang digarap untuk tanamn kopi hanya sebagian kecil saja untuk seluruh Jawa hanya 6% (tahun 1840) dan 4% (tahun 1850). Angka tertinggi untuk Bagelen dan Pekalongan 15% dari tanahnya untuk tanaman kopi. Angka invetasi tenaga kerja sangat besar. Van Niel memperkirakan pada tahun 1837 – 1851 lebih dari 70%. Keluarga petani menghasilkan komoditi ekspor, lebih dari separuhnya untuk kopi. Dikebanyakan tempat kopi benar – benar merupakan hasil terbesar, tapi di Pekalongan, Tegal, Jepara, Madiun, Paasuruan, dan Surabaya yang jadi komoditi utama adalah gula.
Tanaman terpenting yang ditanam selama sistem tanam paksa adalah kopi. Kopi merupakan komoditi yang selalu sangat menguntungkan dan komoditi ini merupakan jenis komoditi terakhir yang dihapus ketika cultursteelsel berakhir. Selain kopi ada dua komoditi lain yaitu gula dan nila, pentingnya ketiga tanaman ini tidak haya dari luas tanah yang disediakan tetapi juga dari jumlah orang yang terlibat dalam penanaman. Terdapat suatu perbedaan dalam dampak dari penanaman kopi daripada tanaman gula dan nila. Jika kopi ditanam di tanah yang belum digarap oleh rakyat untuk pertanian, maka gula dan nila yang ditanam di tanah yang belum pernah digarap itu. Dengan demikian maka secara relatif penanaman kopi membawa pengaruh begitu mendalam atas kehidupan masyarakat petani di banding dengan penanaman gula dan nila.
Tanaman dagangan utama secara sistem tanam paksa adalah gula dan kopi. Jika dilihat dari luas tanah yang diperlukan untuk penanaman kedua tanaman ini, jumlah tenaga yang dipekerjakan, laba yang diperoleh dari penjualan kedua tanaman ini dipasaran ekspor, dan dampak atas masyarakat petani di Jawa. Gula merupakan tanaman musiman, dan kopi merupakan tanaman tahunan, maka kedua tanaman ini merupakan contoh yang baik sekali untuk meneliti sampai seberapa jauh terdapat perbedaan antara dampak tanaman ini atas masyarakat petani. Seperti halnya padi maka gula memerlukan tanah yang di irigasi denagan demikian dapat dimengerti bila tanah sawah digunakan penanam tebu. Para pemilik sawah harus menyerahkan sebagian dari sawah – sawahnya untuk penanaman tebu menurut skema rotasi tertentu dengan penanaman padi. Untuk setiap desa ditentukan bagian luas tanah yang harus diserahkan untuk penanaman tebu . disamping itu penduduk desa diharuskan melakukan pekerjaan wajib seperti menanam, memotong, mengangkut tebu ke pabrik – pabrik gula dan bekerja di pabrik tersebut. Pengerahan tenaga untuk mengerjakan tanam paksa tidak jarang melampaui batasnya seperti misalnya rakyat disuruh pergi jauh dari desanya untuk mengerjakan tanaman kopi didaerah yang baru dibuka. Sedang penanaman tebu membawa beban yang sangat berat bagi rakyat karena menuntut pengolahan tanh yang intensif, pengairan, pemeliharaan. Tetapi ada segi positifnya ketika waktu panen datang meskipun banyak makan waktu dan tenaga, tetapi dari hal itu industri gula banyak menciptakan kesempatan kerja dan rakyat memperoleh tambahan pendapatan.
Dalam lingkungan tradisional, tenaga rakyat pedesaan terserap dalam berbagai ikatan, baik dari desa maupun yang feodal. Permintaan akan tenaga bebas baru timbul dengan adanaya pendirian pabrik – pabrik tempat memproses hasi tanaman terutama tebu. Pada awalanya industri gula mengalami banyak kesulitan antara lain soal transportasi yang terasa amat membebani rakyat bila harus memikulnya. Gobernemen terpaksa menaikan harga gual agar pemilik pabrik bersedia mengusahakan sendiri pengangkutan lewat pasar bebas. Disinilah mulai diabuka lapangan pekerjaan bebas bagi rakyat antara lain dengan menyewakan pedati, menjadi buruh di pabrik, dan sebagainya. Pembayaran plantloon (upah tanam) dapat dipandang sebagai penukaran tenaga dengan uang, suatu langkah pembebasan tenaga dari ikatan tradisional.
Sumber:
Nugroho Notosusanto, dkk.1993.Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta :
Balai Pustaka
Ricklefs, MC. 2007.Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press (Terj. Dharmono Hadjowidjono).
__________. 2001.Sejarah Indonesia Modern 1200 -1500.Jakarta : Searambi Ilmu (Terj. Bakargilfaqih,dkk).
Sumber:
Nugroho Notosusanto, dkk.1993.Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta :
Balai Pustaka
Ricklefs, MC. 2007.Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press (Terj. Dharmono Hadjowidjono).
__________. 2001.Sejarah Indonesia Modern 1200 -1500.Jakarta : Searambi Ilmu (Terj. Bakargilfaqih,dkk).
0 komentar:
Posting Komentar