Serba Sejarah - Kotagede masih menampakkan sisa-sisa wajahnya sebagai bekas pusat  kerajaan besar di masa lampau. Situs terpenting yang kemungkinan membuat  Kotagede tetap lestari, adalah adanya Makam Raja-raja Dinasti Mataram Islam serta Masjid Besar Mataram, yang sangat dimuliakan dan dihormati  oleh Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta, dua kerajaan yang  menjadi penerus Dinasti Mataram Islam.
Situs Makam Raja-raja Dinasti Mataram Islam serta Masjid Besar Mataram  terletak hanya beberapa ratus meter di sebelah selatan Pasar Kotagede  sekarang. Di kanan jalan, akan kita jumpai pohon beringin besar pada  sebuah halaman yang cukup luas untuk ukuran Kotagede. Inilah pintu  gerbang utama memasuki kedua situs itu.
Di sisi kiri dan kanan halaman ini terdapat sepasang bangsal terbuka  yang dipergunakan para peziarah untuk beristirahat. Bangsal sebelah  selatan dipayungi oleh pohon beringin besar dan rindang, yang disebut  Waringin Sepuh. Konon, pohon yang sangat tua ini ditanam oleh Kanjeng  Sunan Kalijaga yang sudah ada sejak tempat ini dibangun  hampir 5 abad yang lalu. Sebagian orang percaya, daun-daunnya yang  berguguran ke tanah memiliki tuah tertentu. Mereka mencari 2 helai daun  yang jatuh dalam kondisi terbuka dan tertutup, lalu membawanya dalam  perjalanan sebagai bekal keselamatan.
Di sebelah barat sana, berdiri gapura besar yang disebut Gapura  Padureksa. Pada kiri kanan jalan menuju gapura, berjajar sejumlah rumah  tradisional yang yang disebut Dondhongan. Ini adalah tempat  tinggal keluarga Dondhong, para abdi dalem yang bertugas membersihkan  halaman makam dan masjid, sekaligus sebagai juru do’a kepada arwah para  leluhur yang disemayamkan di makam para raja, yang lazim disebut Makam  Senopaten.
Gapura Padureksa merupakan pintu gerbang masuk halaman masjid yang ada  di sebelah timur. Hiasan Kala yang terdapat pada bagian atas gapura  serta hiasan-hiasan pada tembok di sekitarnya, mengingatkan kita pada  ornamen dekoratif yang banyak dijumpai pada bangunan bergaya Hindu.  Gapura ini dilengkapi dengan tembok pembatas atau kelir yang juga  terbuat dari batu bata. Dibalik kelir inilah terdapat halaman besar  dimana Masjid Besar Mataram berada.
Masjid Besar Mataram adalah salah satu bagian penting Keraton Mataram  yang masih berdiri hingga saat ini. Babad Momana menyebutkan bahwa  masjid ini selesai dibangun pada tahun 1589 Masehi. Bangunannya  berbentuk tajug dengan atap bertumpang tiga. Dinding ruang utama masjid  ini diperkirakan masih asli karena terdiri dari susunan balok-balok batu  kapur tanpa semen. Kolam-kolam yang ada di sekitar serambi masjid yang  dahulu dipergunakan oleh para jamaah untuk menyucikan diri sebelum  memasuki masjid.
Selain Gapura Padureksa di sisi timur, masih terdapat 2 buah gapura  sejenis yang terdapat di sisi utara dan selatan. Gapura yang berada di  sisi selatan, menghubungkan halaman Masjid dengan kompleks Makam  Senopaten.
Pada halaman pertama yang kita jumpai, berdiri sebuah bangunan yang  disebut Bangsal Duda. Bangunan ini didirikan pada tahun 1644 oleh Sultan  Agung Hanyakrakusuma, cucu Panembahan Senopati, yang bertahta di  Kerajaan Mataram antara tahun 1613 hingga 1645. Bangsal ini adalah salah  satu tempat yang digunakan sebagai tempat jaga para abdi dalem  Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang secara bergilir melakukan tugas jaga di seputar makam.
Di sebelah barat Bangsal Duda terdapat pintu gerbang yang disebut Regol Sri Manganti, lengkap  dengan kelir atau tembok pembatasnya. Dibalik Regol Sri Manganti inilah  akan dijumpai halaman utama sebelum memasuki Makam Senopaten. Di sini  terdapat beberapa bangunan yang dipergunakan sebagai tempat jaga para  abdi dalem yang bertugas di Makam Senopaten, sekaligus menjadi tempat  bagi para peziarah untuk beristirahat dan mempersiapkan diri sebelum  memasuki kompleks makam. 2 bangunan yang berada di sebelah barat disebut  Bangsal Pengapit. Bangsal sebelah utara dikhususkan bagi peziarah  putri, sedangkan yang selatan dikhususkan bagi peziarah putra. Untuk  memasuki kompleks makam, para peziarah diwajibkan mengikuti sejumlah  tata tertib, diantara yaitu kewajiban untuk memakai pakaian tradisional  tertentu.
Di Makam Senopaten ini disemayamkan para leluhur Dinasti Mataram Islam,  khususnya para raja beserta kerabat dekatnya. Mereka yang disemayamkan  di makam ini diantaranya: Panembahan Senopati, Ki Ageng Pemanahan,  Panembahan Sedo ing Krapak, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno  Dumilah, Nyai Ageng Nis, Nyai Ageng Mataram, Nyai Ageng Juru Mertani,  serta sejumlah tokoh lainnya.
Pada bangunan Prabayeksa dalam kompleks makam terdapat sebuah makam yang  unik, karena separuh bagian berada di sisi dalam dan separuh bagian  lainnya di sisi luar. Ini adalah makam Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Konon,  ini dimaksudkan sebagai lambang statusnya, sebagai menantu sekaligus  musuh Panembahan Senopati. Di makam ini juga disemayamkan Sri Sultan  Hamengku Buwono II , satu-satunya raja Kasultanan Yogyakarta yang tidak  dimakamkan di Imogiri, serta makam saudaranya, Pangeran Adipati Pakualam  I.
Peziarah yang mengunjungi makam atau ingin bertirakat juga disyaratkan  untuk mandi atau berendam di kolam yang terletak di sebelah selatan  makam. Kolam ini disebut Sendhang Selirang. Ada 2 buah sendhang,  Sendhang Kakung berada di sebelah utara dan Sendhang Putri di sebelah  selatan. Mata air Sendhang Kakung konon berada tepat di bawah makam.  Sementara Sendhang Putri memiliki sumber mata air yang berasal dari  bawah pohon beringin yang terletak di jalan masuk kompleks makam.
Selain kedua kolam tersebut, di sebelah barat tembok makam juga terdapat  sebuah sumber air bernama Sumber Kemuning. Konon, sumber air ini  berasal dari cis atau senjata yang ditusukkan ke tanah oleh Kanjeng  Sunan Kalijaga.
Sumber: http://sejarah.kompasiana.com/ 
 
0 komentar:
Posting Komentar