Tim arkeolog Indonesia berencana  mencari kapal kuno yang dilaporkan  terkubur setelah Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat,  meletus pada 1815.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Denpasar Bali I Made Griya, yang akan  ikut dalam tim pencarian kapal kuno setelah Gunung Tambora meletus,   membenarkan rencana itu ketika yang dihubungi melalui telepon selular  dari Mataram, Sabtu (3/7).
"Memang benar kami tujuh orang peneliti arkeologi akan beraktivitas  di sekitar Gunung Tambora selama 12 hari terhitung mulai 7 Juli,"  ujarnya.
Menurut Made Griya selain arkeolog Denpasar, juga akan ikut dalam tim  tersebut sejumlah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  (LIPI) di Jakarta.
Mereka akan melakukan serangkaian penelitian di sekitar Gunung  Tambora sekaligus ingin membuktikan laporan masyarakat bahwa di kawasan  Kawinda Toi, bagian dari gugusan gunung berapi tersebut  terdapat kapal  kuno yang terkubur saat letusan  Tambora pada 1815.
"Menurut masyarakat ada temuan kapal kuno, itu yang akan kami cari keberadaannya," ujarnya.
Ia mengakui  selama penggalian arkeologi pada 2004, tim arkeolog  menemukan sisa kebudayaan yang terkubur oleh meterial letusan gunung  tahun 1815 tersebut pada kedalaman tiga kilometer pada endapan  "piroklastik".
Artefak tersebut ditemukan pada posisi yang sama ketika terjadi  letusan  tahun 1815,  karena ciri-ciri yang serupa itulah temuan  tersebut sering dinamakan sebagai "Pompeii dari timur".
Gunung Tambora atau Tomboro merupakan stratovolcano aktif  yang terletak di dua kabupaten di Pulau Sumbawa, yaitu Kabupaten Dompu  (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima  (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak  sisi timur hingga utara), di Provinsi NTB.
Gunung Tambora terletak di sisi utara maupun selatan kerak "oseanik"  yang terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya dan berada pada ketinggian  sampai 4.300 meter persegi sehingga pernah menjadi salah satu puncak  tertinggi di nusantara.
Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada volcanic explosivity index.
Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan Taupo pada  tahun 181, karena letusan Gunung Tambora terdengar hingga Pulau Sumatera  yang jaraknya lebih dari 2.000 km.
Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Maluku. Letusan  gunung ini menyebabkan tidak kurang dari 71.000 orang meninggal dengan  11.000-12.000 orang di antaranya tewas seketika  akibat letusan  tersebut.
Beberapa peneliti bahkan  memperkirakan sampai 92.000 orang tewas,  meski angka tersebut diragukan karena terlalu tinggi, mengingat tiga  kerajaan yakni Kerajaan Pekat, Tambora dan Sanggar, dilaporkan ikut  terkubur.
Saat itulah diperkirakan kapal kuno terkubur bersama awaknya setelah letusan Gunung Tambora.
Selain itu, letusan Gunung Tambora juga menyebabkan perubahan iklim  dunia pada tahun berikutnya (1816), yang sering disebut sebagai tahun  tanpa musim panas karena perubahan drastis cuaca di Amerika Utara dan  Eropa akibat debu yang dihasilkan dari letusan Tambora.
 Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan  kematian ternak di belahan bumi utara yang menyebabkan terjadinya  kelaparan terburuk pada abad ke-19. 
Sumber: http://www.wartakota.co.id/ 

 
0 komentar:
Posting Komentar