Candi Sukuh merupakan candi yang berlatar belakang agama Hindu. Berdasarkan prasasti yang ada di sekitar candi, Candi Sukuh didirikan antara tahun 1359 - 1378 Saka atau tahun 1437 - 1456 Masehi (sekitar abad XV). Meskipun berlatar belakang agama Hindu, bentuk bangunan candi cenderung kembali ke bentuk bangunan pada jaman pra sejarah yaitu struktur Punden Berundak.
Candi Sukuh terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karisidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
Penemuan
Situs candi Sukuh ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1615 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, yang berwarganegara Belanda melakukan penelitian. Lalu pada tahun 1928, pemugaran dimulai.
Lokasi candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggian kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut pada koordinat 07o37, 38’ 85’’ Lintang Selatan dan 111o07,. 52’65’’ Bujur Barat. Candi ini terletak di dukuh Berjo, desa Sukuh, kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karisidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 kilometer dari kota Karanganyar dan 36 kilometer dari Surakarta. Kurang lebih 4 kilometer mendaki gunung Lawu lagi, terdapat situs Candi Cetho.
Bangunan utama candi sukuh |
Erotisme Sebuah Candi
Yang membuat Candi Sukuh menarik adalah bentuk candi, arca dan lukisan relief yang sungguh unik dan berbeda dengan candi lainnya. Candi ini dipenuhi arca dan relief yang menggambarkan perwujudan kelamin lelaki dan perempuan secara gamblang, telanjang dan naturalis. Hal inilah yang memicu timbulnya julukan "The Most Exotic Temple in The World" bagi Candi Sukuh. Tak jarang mereka melontarkan tuduhan sebagai candi porno yang mengajarkan pendidikan seks secara vulgar.
Perawan dan Jejaka Wajib Melangkahi Relief Dari kejauhan Candi Sukuh telah tampak karena letaknya di atas puncak bukit. Begitu kita mulai memasuki areal kawasan candi, pintu gerbang yang paling depan seakan-akan mengawasi seluruh lereng gerbang (samping teras teratas) dan anda akan tahu bahwa julukan "Candi Porno" terhadap candi ini bukanlah sensasi semata
Di halaman teras teratas terletak bangunan candi. Candi ini sangatlah istimewa. Bentuknya berteras-teras seperti piramida. Hanya puncaknya saja yang datar. Mungkin di puncak ini dahulu ada bangunan dari kayu yang sekarang sudah musnah. Teras-teras ini sungguh istimewa bentuknya karena candi-candi lain tidaklah demikian dan biasanya candi mempunyai bagian dasar yang bertangga. Bentuk piramida berteras ini bukanlah gaya bangunan Hindu melainkan gaya Indonesia asli. Seperti kebudayaan penduduk Kepulauan Polynesia pun mempunyai adat tempat untuk pemujaan seperti ini. Bila dibandingkan dengan bentuk nisan-nisan kuno di Jawa, sering adapula yang berbentuk piramida berteras. Bentuk piramida ini biasanya digunakan untuk memuja para arwah leluhur.
Lingga dan Yoni
Relief yang ada di Candi Sukuh seluruhnya mengesankan erotisme. Ada patung seorang lelaki yang memegang tanda jenis (alat kelamin), gajah, dan binatang-binatang lainnya dengan alat kelamin yang serba menonjol. Tentu saja maksudnya bukan untuk merangsang pengunjung, melainkan lambang misteri proses penciptaan. Tapi sangat disayangkan tangan-tangan usil sering kali memberikan komentar-komentar gaya modern pada relief-relief ini dengan berbagai tulisan kotor tanpa mengetahui maknanya. Lingga dan yoni adalah representasi dari alat kelamin laki-laki dan perempuan. Sering pula disepakati sebagai lambang kesuburan, biasanya banyak terdapat pada candi Syiwa. Letaknya persis di pintu masuk ini dan begitu nyatanya membuat masyarakat sering menyebutnya sebagai candi tabu. Padahal, bisa jadi menurut budaya Jawa yang sarat akan lambang, penempatan lingga dan yoni itu sebagai pengusir bala bagi yang ingin masuk ke dalam candi.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, lingga dan yoni di gapura dulunya sering dijadikan sarana untuk menguji kesucian perempuan dengan melangkahi simbol itu. Jika kain kebaya yang digunakannya robek berarti perempuan itu menjaga kesuciannya, namun jika kain kebayanya terlepas, maka perempuan itu dipercayai telah kehilangan kesuciannya. Mengenai julukan erotis, selain perlambangan lingga dan yoni di pagar, juga nampak pada relief-relief yang tersisa. Tapi sepertinya sudah tak banyak lagi. Mungkin karena terlalu vulgar, makanya relief itu tak ada lagi.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, lingga dan yoni di gapura dulunya sering dijadikan sarana untuk menguji kesucian perempuan dengan melangkahi simbol itu. Jika kain kebaya yang digunakannya robek berarti perempuan itu menjaga kesuciannya, namun jika kain kebayanya terlepas, maka perempuan itu dipercayai telah kehilangan kesuciannya. Mengenai julukan erotis, selain perlambangan lingga dan yoni di pagar, juga nampak pada relief-relief yang tersisa. Tapi sepertinya sudah tak banyak lagi. Mungkin karena terlalu vulgar, makanya relief itu tak ada lagi.
0 komentar:
Posting Komentar